Anda semua pasti sudah paham kan ya, apa itu pengertian pajak. Iya, pajak adalah salah satu sumber penerimaan negara yang bersifat vital, ini akan digunakan untuk pembangunan negara. Dan adanya sistem pemungutan pajak ini merupakan suatu mekanisme yang dibuat agar dapat mempermudah penghitungan jumlah pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak yang bersangkutan.
Tentunya kita sebagai warga negara yang baik, haruslah taat dengan kebijakan ini. Kita harus taat membayar pajak pada negara. Dan berikutnya, sedangkan bagi pelaku UKM, pajak tidak hanya tentang pajak penghasilan, namun juga ada pajak restoran, pajak pertambahan nilai, pajak ekspor impor, dan masih banyak lagi lainnya.
Sistem pemungutan perpajakan sendiri dapat dikatakan sebagai metode pengelolaan utang pajak yang dibayarkan oleh yang wajib pajak agar dapat masuk kas negara.
Di Indonesia ini, telah berlaku tiga jenis sistem pemungutan pajak, mari kita bahas satu per satu.
1. Self Assessment System
Ini adalah sistem pemungutan pajak yang membebankan penentuan besaran pajak yang perlu dibayarkan oleh wajib pajak yang bersangkutan.
Dengan kata lain, wajib pajak merupakan pihak yang memiliki peran aktif dalam menghitung, membayar, dan melaporkan besaran pajaknya ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Atau bisa juga melalui sistem administrasi online yang sudah dibuat oleh pemerintah.
Dalam sistem pemungutan pajak ini, pemerintah berperan sebagai pengawas dari para wajib pajak. Self assessment system diterapkan pada jenis pajak pusat. Contohnya adalah jenis pajak pertambahan nilai (PPn) atau pajak penghasilan (PPh). Sistem pemungutan pajak yang satu ini mulai diberlakukan di Indonesia setelah masa reformasi pajak pada 1983 dan masih berlaku hingga saat ini.
Namun pada prakteknya, sistem ini tidak selamanya bagus karena terdapat juga konsekuensi dalam sistem pemungutan pajak ini. Hal ini karena wajib pajak memiliki wewenang menghitung sendiri besaran pajak terutang yang perlu dibayarkan, maka wajib pajak biasanya akan mengusahakan untuk menyetorkan pajak sekecil mungkin.
2. Official Assessment System
Official Assessment System adalah sistem pemungutan pajak yang membebankan wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus. Yang dimaksud dengan fiskus adalah aparat perpajakan sebagai pemungut pajak.
Sistem ini membuat wajib pajak bersifat pasif dan pajak terutang baru ada setelah dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Sistem pemungutan ini bisa diterapkan dalam pelunasan Pajak Bumi Bangunan (PBB) atau jenis pajak daerah lainnya.
Dalam pembayaran PBB, KPP merupakan pihak yang mengeluarkan surat ketetapan pajak berisi besaran PBB terutang setiap tahunnya.
Jadi, wajib pajak tidak perlu lagi menghitung pajak terutang melainkan cukup membayar PBB berdasarkan Surat Pembayaran Pajak Terutang (SPPT) yang dikeluarkan oleh KPP tempat objek pajak terdaftar.
3. Withholding System
Untuk sistem pajak yang ini, besarnya pajak terutang dihitung oleh pihak ketiga yang bukan wajib pajak dan bukan juga aparat pajak/fiskus. Contoh pajak yang menggunakan withholding system adalah pemotongan penghasilan karyawan yang dilakukan oleh bendahara instansi terkait. Sehingga, karyawan tidak perlu lagi pergi ke KPP untuk membayarkan pajak tersebut.
Kita sebagai warga negara dan juga sebagai pemilik usaha berperan sebagai subjek Wajib Pajak (WP) yang tentunya berkewajiban untuk membayarkan pajak kepada negara. Namun, selain berkewajiban untuk membayar pajak, Anda juga memiliki kewajiban lain yaitu melaporkan pajak yang sudah Anda bayar. Instrumen yang digunakan untuk pelaporan pajak usaha Anda adalah Surat Pemberitahuan atau biasa disingkat SPT.
Sebagai bukti atas pelunasan pajak dengan menggunakan sistem pajak ini biasanya berupa bukti potong atau bukti pungut. Dalam beberapa kasus tertentu, bisa juga menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). Bukti potongan tersebut nantinya akan dilampirkan bersama SPT Tahunan PPh/SPT Masa PPN dari wajib pajak yang bersangkutan.
Source : https://www.jurnal.id/id/blog/sistem-pemungutan-pajak-ukm-di-indonesia/